Isu Insentif Mobil Listrik Disetop 2026 mulai ramai dibicarakan sejak pemerintah memberikan sinyal kuat terkait arah baru kebijakan otomotif nasional.

Setelah beberapa tahun agresif memberikan stimulus pajak demi mendorong adopsi kendaraan listrik (electric vehicle/EV), pemerintah Indonesia kini tampak bersiap memasuki fase baru.

Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, strategi otomotif nasional mulai bergeser. Fokus yang sebelumnya tertuju pada subsidi massal mobil listrik, terutama untuk produk impor.

Perlahan diarahkan ke penguatan industri dalam negeri melalui pengembangan Mobil Nasional (Mobnas), termasuk proyek kendaraan taktis Pindad Maung yang belakangan menjadi simbol kemandirian industri otomotif nasional.

Perubahan ini tentu memunculkan banyak pertanyaan. Apakah benar insentif mobil listrik akan benar-benar dihentikan pada 2026? Apa dampaknya ke harga mobil listrik? Dan yang paling penting, apakah mobil listrik masih layak dibeli tanpa subsidi?

Sinyal Kuat Penghentian Insentif Mobil Listrik di 2026

Insentif Mobil Listrik Disetop 2026

Dilansir dari beberapa media. Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, secara terbuka menyampaikan bahwa insentif mobil listrik diproyeksikan tidak diperpanjang setelah 2025.

Skema yang dimaksud mencakup insentif utama seperti PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP), yang saat ini membuat konsumen hanya membayar PPN sekitar 1 persen untuk mobil listrik tertentu.

Jika kebijakan ini benar-benar berakhir pada 2026, maka mobil listrik, terutama yang masih berstatus impor utuh atau belum sepenuhnya memenuhi skema produksi nasional akan kembali dikenakan PPN normal sebesar 12 persen sesuai kebijakan pajak yang berlaku pada 2025–2026.

Di sisi lain, bea masuk impor yang selama ini diringankan juga berpotensi kembali diberlakukan secara penuh.

Bagi konsumen, konsekuensinya cukup jelas: harga mobil listrik akan naik signifikan dibandingkan harga on-the-road (OTR) saat ini.

Dampak Langsung ke Harga Mobil Listrik

Mobil Listrik

Tanpa insentif pajak, lonjakan harga mobil listrik sulit dihindari. Berdasarkan perhitungan sederhana, mobil listrik yang saat ini dijual di kisaran Rp300 jutaan berpotensi naik menjadi Rp 330–340 jutaan hanya karena normalisasi PPN.

Kenaikan ini belum memperhitungkan efek tambahan dari bea masuk, biaya logistik, serta strategi harga masing-masing pabrikan.

Baca juga: Mobil Listrik Murah, Ramah Lingkungan

Artinya, gap harga antara mobil listrik dan mobil bensin atau hybrid di kelas yang sama akan kembali melebar, terutama di segmen entry-level dan menengah.

Kondisi ini berpotensi memperlambat pertumbuhan adopsi mobil listrik di pasar ritel, khususnya bagi konsumen yang selama ini membeli EV karena “harga sudah mirip mobil bensin”.

Anggaran Subsidi Dialihkan ke Proyek Mobil Nasional

Salah satu alasan utama di balik Insentif Mobil Listrik Disetop 2026 adalah perubahan fokus anggaran negara. Pemerintah menilai fase awal stimulus sudah berhasil.

Investor besar seperti Hyundai, Wuling, hingga BYD telah membangun atau berkomitmen membangun fasilitas produksi di Indonesia.

Dengan kata lain, tujuan awal subsidi, menarik investasi dan menciptakan ekosistem manufaktur dianggap telah tercapai.

Selanjutnya, anggaran yang sebelumnya digunakan untuk mensubsidi konsumen akan dialihkan untuk mendukung pengembangan Mobil Nasional.

Baca juga: Timor S515: Mobil Nasional yang Jadi Ikon Era 90-an

Presiden Prabowo secara konsisten mendorong penggunaan produk dalam negeri, salah satunya melalui kendaraan taktis Pindad Maung yang kini digunakan sebagai kendaraan operasional pejabat negara.

Langkah ini mencerminkan visi jangka panjang pemerintah: dari sekadar pasar konsumsi EV menjadi negara dengan kedaulatan industri otomotif, bukan hanya perakitan, tetapi juga desain, riset, dan produksi strategis.

Bagaimana Nasib Industri Komponen Lokal?

Meski subsidi pembelian mobil listrik dicabut, pemerintah tetap menegaskan pentingnya Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Produsen otomotif tetap diwajibkan memenuhi ambang batas TKDN jika ingin beroperasi dan bersaing di pasar Indonesia.

Baca juga: Bimantara Cakra: Sejarah, Spesifikasi, Harga Bekas dan Warisannya di Indonesia

Kebijakan ini menjadi penyangga utama bagi industri komponen lokal agar tetap hidup, meskipun harga jual kendaraan ke konsumen naik.

Dengan kata lain, penghentian insentif tidak serta-merta berarti pemerintah meninggalkan ekosistem kendaraan listrik, melainkan mengubah pendekatan dari subsidi konsumsi ke penguatan struktur industri.

Apakah Worth It Beli Mobil Listrik Tanpa Insentif?

Pertanyaan paling krusial tentu muncul di level konsumen. Jika insentif benar-benar hilang, apakah mobil listrik masih rasional untuk dibeli?

Jawabannya sangat kontekstual. Jika harga mobil listrik naik dari Rp 300 juta menjadi Rp 330 – 340 juta, maka keputusan membeli EV tidak lagi sekadar soal “murah karena subsidi”, melainkan soal profil penggunaan dan kebutuhan pribadi.

Tetap Memilih Mobil Listrik Meski Harga Naik

Mobil listrik masih masuk akal bagi pengguna dengan mobilitas harian tinggi, terutama di atas 50 km per hari.

Biaya energi listrik yang jauh lebih murah dibanding bensin bisa menghemat hingga 70–80 persen. Dalam skenario ini, selisih harga beli bisa tertutup dalam waktu sekitar 3–4 tahun.

Bagi warga Jakarta, keuntungan non-finansial seperti bebas ganjil-genap juga memiliki nilai besar.

Fitur ini tidak bisa “dibeli” oleh mobil bensin, bahkan yang harganya lebih mahal sekalipun.

Ditambah lagi, pajak tahunan mobil listrik masih sangat rendah. Pajak kendaraan bermotor EV hanya ratusan ribu rupiah per tahun, jauh di bawah mobil bensin seharga setara yang bisa menyentuh Rp4–6 juta per tahun.

Lebih Masuk Akal Beralih ke Mobil Bensin atau Hybrid

Sebaliknya, bagi pengguna dengan pemakaian jarang atau jarak pendek, penghematan listrik akan terasa sangat lama. Waktu balik modal bisa molor hingga 8–10 tahun, belum termasuk risiko depresiasi harga.

Untuk pengguna yang sering bepergian ke luar kota atau lintas provinsi, mobil bensin atau hybrid masih unggul dari sisi kepraktisan.

Infrastruktur SPKLU memang berkembang, tetapi kecepatan dan fleksibilitas pengisian bensin masih belum tergantikan sepenuhnya.

Faktor lain yang sering luput dibahas adalah nilai jual kembali. Pasar mobil bekas listrik masih fluktuatif dan sensitif terhadap isu kesehatan baterai.

Sebaliknya, mobil bensin, terutama merek Jepang populer memiliki resale value yang lebih stabil dan mudah diprediksi.

Insentif Mobil Listrik Disetop 2026? Mobil Listrik, Hybrid, atau Tunggu?

Jika melihat arah kebijakan saat ini, Insentif Mobil Listrik Disetop 2026 bukan lagi sekadar wacana, melainkan bagian dari strategi besar pemerintah.

Untuk konsumen, kesimpulannya cukup jelas. Jika Anda membeli sebelum 2026, mobil listrik adalah pilihan yang sangat menguntungkan karena potongan pajaknya masih besar.

Namun, jika rencana pembelian dilakukan setelah insentif berakhir, maka pendekatan paling rasional adalah mempertimbangkan mobil hybrid.

Hybrid menawarkan efisiensi bahan bakar, tidak bergantung pada charging infrastructure, dan memiliki risiko depresiasi yang lebih aman dibanding EV murni.

Di tengah transisi kebijakan dan pasar, hybrid menjadi jalan tengah terbaik antara efisiensi, kenyamanan, dan keamanan investasi jangka panjang.

Karena isu insentif mobil listrik disetop 2026, mungkin kamu belum siap menghadapi harga EV yang lebih mahal atau masih ragu soal depresiasi nilai jual, mobil bekas berkualitas bisa menjadi solusi paling realistis saat ini.

Mulai dari mobil bensin irit, hybrid, hingga mobil keluarga dengan harga yang lebih masuk akal, semuanya masih sangat relevan untuk kebutuhan harian maupun perjalanan jauh.

Untuk urusan mencari mobil bekas yang aman dan transparan, kamu bisa langsung cek pilihan terbaiknya di GrosirMobil.id.

Di sini, kamu bisa menemukan berbagai mobil bekas yang sudah melalui proses inspeksi, harga kompetitif, dan pilihan unit yang lengkap sesuai kebutuhan dan budget.

Daripada menunggu harga mobil listrik makin naik, lebih baik cari mobil bekas terbaikmu sekarang di GrosirMobil.id.

0 Shares:
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like