mobil taktis

Mobil taktis atau kendaraan taktis ringan adalah salah satu komponen penting dalam sistem pertahanan modern. 

Di Indonesia, nama Barracuda cukup populer sebagai taktis andalan kepolisian dan militer. 

Namun, selain Barracuda, ternyata negara-negara di kawasan ASEAN juga memiliki beragam mobil taktis buatan lokal yang canggih dan berfungsi untuk berbagai misi, mulai dari pengangkutan pasukan hingga operasi tempur. 

Berikut adalah deretan mobil taktis dari negara-negara ASEAN selain Indonesia yang menarik untuk dibahas.

Mobil Taktis Malaysia

Malaysia menjadi salah satu negara di ASEAN yang cukup serius dalam mengembangkan kendaraan taktis. 

Ada beberapa model taktis yang telah diproduksi secara lokal dan digunakan oleh Angkatan Bersenjata Malaysia.

Weststar GK-M Series

source: defence blog

Model pertama adalah Weststar GK-M Series, yang mencakup GK-M1 dan GK-M2. Kendaraan ini dirancang oleh Weststar Defence Industries dan mulai digunakan sejak 2015. 

Dengan bobot sekitar 4 ton, taktis ini mampu melaju hingga 110 km/jam, serta dirancang dengan konsep modular agar bisa disesuaikan untuk berbagai kebutuhan militer. 

Varian terbaru, GK-M2, sudah mulai dikirim sejak 2024 dan direncanakan pengiriman gelombang berikutnya berlangsung hingga 2026.

Baca juga:Mobil Barracuda: Tahan Granat, Tahan Tembak, dan Performa Taktis Terbaik

DefTech AV8 Gempita

Selanjutnya ada DefTech AV8 Gempita, salah satu mobil taktis paling berat di ASEAN. Kendaraan ini berkonfigurasi 8×8 dan dikembangkan melalui kerja sama antara perusahaan Malaysia, DefTech, dengan FNSS asal Turki. 

AV8 Gempita bukan sekadar APC, tetapi juga bisa difungsikan sebagai IFV, tank destroyer, dan kendaraan pengintai. 

Dengan bobot mencapai 28–30 ton, AV8 mampu melaju hingga 100 km/jam dan memiliki jangkauan 700 km. 

Hingga kini, Malaysia mengoperasikan sekitar 257 unit AV8 Gempita, menjadikannya salah satu taktis paling strategis di kawasan.

Mildef Tarantula HMAV

Selain itu, Malaysia juga mengembangkan Mildef Tarantula HMAV, sebuah MRAP (Mine-Resistant Ambush Protected) dengan konfigurasi 4×4. 

Dirancang dengan struktur V-hull, kendaraan ini mampu menahan ledakan ranjau dan serangan balistik sesuai standar STANAG Level 2. 

Tarantula menggunakan mesin Caterpillar dengan tenaga sekitar 330 hp, sehingga dapat melaju hingga 110 km/jam. Mildef berencana memproduksi ratusan unit untuk memenuhi kebutuhan domestik dan pasar ekspor.

Cendana Auto 4×4

Tak kalah menarik, Cendana Auto 4×4 juga menjadi salah satu produk kebanggaan Malaysia. Kendaraan ini diluncurkan pada 2018 dengan desain modular yang mirip Humvee, namun dirancang sesuai kebutuhan tropis dan kondisi geografis Malaysia.

Mobil Taktis Singapura

Singapura mungkin negara kecil, tetapi kemampuan teknologinya di bidang pertahanan sangat maju. 

Terrex ICV

Salah satu produk andalan mereka adalah Terrex ICV (Infantry Carrier Vehicle). Kendaraan ini berkonfigurasi 8×8 dan dirancang oleh ST Engineering bersama Timoney dari Irlandia. Terrex ICV memiliki kemampuan amfibi dan mampu membawa dua kru serta 11 pasukan. 

Dilengkapi dengan perlindungan V-hull untuk meredam ledakan ranjau dan sistem perlindungan NBC (Nuclear, Biological, Chemical), Terrex juga memiliki sistem manajemen tempur digital yang membuatnya sangat modern dan efektif di medan perang.

Mobil Taktis Thailand

Thailand tidak mau ketinggalan dalam pengembangan mobil taktis.

Chaiseri First Win

Produk unggulannya adalah Chaiseri First Win, sebuah MRAP dengan konfigurasi 4×4 yang memiliki proteksi balistik dan struktur V-hull untuk menahan ledakan ranjau. 

Desainnya tangguh dan dapat disesuaikan untuk berbagai peran, mulai dari pengangkutan pasukan hingga misi pengawalan. 

Menariknya, Filipina menjadi salah satu pembeli terbesar First Win, dengan rencana pembelian hingga 900 unit sebagai bagian dari program modernisasi militernya.

Mobil Taktis Filipina

Filipina hingga kini belum memiliki produksi mobil taktis dalam negeri yang besar, sehingga mereka banyak mengandalkan impor dari negara tetangga. 

Salah satu langkah strategis mereka adalah membeli Chaiseri First Win dari Thailand. Langkah ini diambil untuk meningkatkan mobilitas pasukan dan melindungi mereka dari ancaman ranjau dan serangan darat, terutama di wilayah konflik. 

Program modernisasi militer Filipina terus berjalan, dan pembelian taktis ini menjadi bagian penting dari strategi pertahanan negara tersebut.

Mobil Taktis Kamboja

Kamboja tidak memiliki produksi taktis lokal besar, namun menutupi kebutuhan dengan memasok kendaraan dari Tiongkok. 

Menurut Army Recognition, Angkatan Darat Kamboja menerima lebih dari 100 kendaraan—termasuk Dongfeng EQ205 (klon Humvee) dan Lynx SYP SH4500AR, kendaraan amfibi 8×8 ringan dengan kemampuan lintas rawa dan tahan air. 

Lynx, berkapasitas 600–900 kg, memiliki kecepatan rendah (45 km/jam) dan jangkauan hingga 250 km—ideal untuk medan hutan dan rawa khas Kamboja

Selain itu, pasukan Kamboja juga mengoperasikan berbagai truk militer seperti GAZ-66, KamAZ, Dongfeng EQ series, serta kendaraan teknik dan transportasi lainnya

Mobil Taktis Laos

Laos belum memiliki produksi taktis besar, namun informasi terbaru menunjukkan pasukan pertahanan mereka telah berlatih menggunakan light armoured vehicles dalam rangka persiapan pengamanan ASEAN Summit. 

Ini menunjukkan antisipasi nasionalisme terhadap ancaman dan menilai perlunya mobilitas taktis yang cepat

Mobil Taktis Myanmar & Vietnam

Dalam konteks sejarah, Vietnam pernah menggunakan M48A3 Patton tanks dalam konflik terhadap Khmer Rouge di era lampau. 

Saat ini, Vietnam dan Myanmar lebih berfokus pada kendaraan berbasis tank dan infanteri menengah daripada taktis ringan modern. 

Namun, ini turut mempertegas transformasi kebutuhan pertahanan di masing-masing negara—meskipun data spesifik tentang taktis modern masih terbatas.

Deretan Mobil Taktis di Berbagai Negara ASEAN

Mobil taktis telah menjadi simbol modernisasi pertahanan ASEAN. Dari Mildef Tarantula dan AV8 Gempita di Malaysia, Terrex ICV di Singapura, hingga Chaiseri First Win di Thailand dan Filipina, jelas bahwa setiap negara memiliki pendekatan strategis tersendiri. 

Brunei mengandalkan truk multifungsi dan ekspor potensial seperti Anoa, sementara Kamboja dan Laos memilih kendaraan impor untuk medannya. 

Myanmar dan Vietnam lebih memilih alutsista berat namun tetap memperhatikan kebutuhan mobilitas.

Ke depan, ASEAN diprediksi akan mempertajam kolaborasi teknologi, struktur modular, dan kemampuan digitalisasi tempur dalam taktis. 

Hal ini tidak hanya memperkuat pertahanan nasional masing-masing negara, tapi juga memperkokoh jaringan pertahanan kolektif di kawasan Asia Tenggara.

0 Shares:
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like