Personalisasi kendaraan sejak lama menjadi cara bagi individu untuk mengekspresikan identitas dan passion mereka.
Dalam dunia modifikasi, salah satu fenomena yang unik dan penuh makna adalah itasha, sebuah tren yang lahir di Jepang dan kini mendunia, termasuk di Indonesia.
Itasha adalah seni menghias mobil dengan gambar karakter anime, manga, atau video game, yang biasanya menggunakan teknik vinyl wrap berkualitas tinggi.
Menariknya, fenomena ini tidak hanya terbatas pada mobil, tetapi juga merambah ke sepeda motor yang disebut itansha serta sepeda yang dikenal dengan istilah itachari.
Konsep ini bukan sekadar modifikasi biasa, melainkan bentuk seni bergerak yang menunjukkan kecintaan pemilik terhadap budaya pop Jepang.
Isi Artikel
Apa Itu Itasha? Definisi dan Istilah yang Perlu Diketahui
Untuk memahami fenomena ini lebih dalam, kita perlu mengenal istilah-istilah penting yang membentuk subculture ini.
Itasha adalah salah satu tren modifikasi yang secara harfiah berarti “mobil yang menyakitkan” atau “mobil memalukan”, menggambarkan kendaraan yang dihiasi dengan ilustrasi karakter anime atau manga secara mencolok sehingga kerap dianggap berlebihan oleh orang awam.
Sementara itu:
Itansha
Merujuk pada sepeda motor yang dimodifikasi dengan konsep serupa, yang membutuhkan kreativitas lebih karena ruang desain yang terbatas.
Baca juga: 7 Rekomendasi Bahan Motor Custom Murah!
Itachari
Itachari adalah istilah untuk sepeda yang diberi sentuhan serupa melalui stiker, wheel cover bergambar, dan aksesoris bertema karakter favorit pemiliknya.
Makna di Balik Nama: Etimologi Ganda Itasha
Menariknya, istilah itasha memiliki sejarah yang unik. Pada awalnya, sekitar tahun 1980-an, kata “イタ車 (itasha)” digunakan untuk menyebut mobil-mobil Italia (Itaria-sha) yang dianggap mewah dan bergengsi di Jepang. Namun, makna ini kemudian bergeser drastis.
Kini, istilah itasha ditulis dengan kanji 痛車, yang berasal dari kata itai (痛い) yang berarti “menyakitkan” atau “memalukan”, dan sha (車) yang berarti kendaraan.
Alasan Sebutan ini Muncul
Sebutan ini muncul karena ada tiga alasan utama. Pertama, desainnya dianggap menyakitkan bagi mata oleh sebagian orang yang tidak memahami budaya ini.
Kedua, modifikasi ini juga menyakitkan bagi dompet karena membutuhkan biaya yang cukup besar, mulai dari jutaan hingga belasan juta rupiah untuk vinyl berkualitas.
Ketiga, ada rasa “memalukan” ketika membawa kendaraan dengan desain mencolok di ruang publik.
Pergeseran makna ini menegaskan bahwa subkultur ini bukan lagi tentang kemewahan atau status sosial, melainkan bentuk ekspresi diri yang penuh dedikasi.
Sejarah dan Perkembangan Itasha di Jepang
Fenomena itasha memiliki akar yang panjang. Pada era 1980-an, modifikasi ini dimulai dengan cara sederhana, misalnya menempelkan stiker kecil atau boneka anime di mobil dan motor.
Salah satu contoh awal adalah skuter Honda Tact yang dihiasi karakter Candy Candy, menunjukkan bahwa kecintaan terhadap anime sudah menjadi inspirasi modifikasi sejak lama.
Namun, kebangkitan besar terjadi pada awal tahun 2000-an ketika teknologi vinyl wrap berkembang pesat, memungkinkan grafis beresolusi tinggi dicetak dalam ukuran besar dengan warna yang tajam dan daya tahan kuat.
Baca juga: Model Mobil yang Mudah Dimodifikasi untuk Pemula
Bersamaan dengan itu, internet memfasilitasi terbentuknya komunitas otaku yang lebih solid, membuat tren ini menyebar luas dan menjadi bagian dari gaya hidup.
Normalisasi itasha semakin nyata ketika fenomena ini masuk ke dunia balap profesional, seperti kehadiran tim Good Smile Racing yang berkompetisi di ajang Super GT dengan mobil bertema Hatsune Miku pada 2008.
Sejak saat itu, itasha bukan sekadar hobi, tetapi juga strategi branding dan ekspresi identitas yang diakui secara global.
Perkembangan Itasha di Indonesia: Dari Adaptasi hingga Komunitas
Tren itasha masuk ke Indonesia pada 2012 melalui ajang Anime Festival Asia Indonesia (AFAID) ketika itasha Mirai Suenaga milik tokoh budaya pop Jepang Danny Choo dipamerkan.
Kehadiran ini menjadi pemicu lahirnya Komunitas ITA Indonesia yang dibentuk oleh Michael Sukiman pada akhir tahun yang sama.
Komunitas ini berkembang melalui media sosial dan menjadi wadah bagi penggemar otomotif sekaligus pecinta budaya Jepang untuk mengekspresikan diri.
Di Indonesia, popularitas budaya otaku menjadi faktor pendorong utama tren ini, ditambah dengan kekuatan komunitas yang rutin mengadakan gathering dan mengikuti event besar seperti Mega Toys Expo. Adaptasi lokal juga membuat itasha lebih mudah dijangkau.
Jika di Jepang modifikasi ini umumnya diaplikasikan pada mobil sport atau premium, di Indonesia, konsep ini diterapkan pada mobil harian seperti LCGC dan motor matic.
Biaya modifikasi pun lebih terjangkau, dengan modifikasi motor (itansha) mulai dari Rp300 ribu hingga Rp1 juta, sedangkan untuk mobil (itasha) berkisar antara Rp 5 juta hingga Rp 12 juta. Adaptasi ini menjadikan subkultur itasha di Indonesia lebih inklusif dan merakyat.
Tantangan Hak Cipta dalam Dunia Itasha
Seiring popularitasnya, subkultur itasha di Indonesia menghadapi tantangan serius terkait hak cipta.
Banyak desain yang beredar di internet memiliki resolusi rendah dan tidak legal untuk digunakan.
Hal ini mendorong komunitas untuk mengedukasi anggotanya agar memesan desain dari seniman profesional.
Langkah ini tidak hanya menjaga kualitas visual tetapi juga mendukung ekosistem kreatif yang sehat.
Kesadaran ini membuka peluang besar bagi desainer grafis lokal untuk memberikan layanan desain orisinal yang memenuhi standar hak cipta.
Pergeseran ini menunjukkan bahwa itasha di Indonesia telah berkembang dari sekadar hobi menjadi industri kreatif yang profesional.
Perbandingan Itasha dengan Tren Modifikasi Lain
Jika dibandingkan dengan tren modifikasi populer seperti Thailook, Street Racing, atau JDM, itasha menonjol karena motivasi utamanya bukan performa atau status teknis, melainkan ekspresi identitas.
Thailook lebih fokus pada estetika ceper dan warna cerah, Street Racing menekankan kecepatan dan tenaga mesin, sementara JDM mengejar otentisitas suku cadang Jepang.
Sebaliknya, itasha memadukan dunia otomotif dengan budaya otaku, menjadikan kendaraan sebagai kanvas seni yang menceritakan kecintaan pemiliknya terhadap karakter tertentu. Inilah yang membuat itasha berbeda dan memiliki daya tarik unik.
Baca juga: Rekomendasi Mobil JDM Bekas di Tahun 2024
Masa Depan Subkultur Itasha di Indonesia
Dengan komunitas yang solid dan kreativitas yang terus berkembang, itasha di Indonesia memiliki masa depan cerah.
Event khusus seperti Itasha Domei 2025 diprediksi akan menjadi magnet bagi penggemar baru dan memperkuat eksistensi subkultur ini. Kolaborasi dengan seniman lokal juga akan membuka peluang ekonomi kreatif yang lebih luas.
Jika tren ini terus tumbuh, bukan tidak mungkin itasha akan menjadi bagian dari industri otomotif kreatif yang diakui, sekaligus memperkaya budaya modifikasi kendaraan di Tanah Air.
Itasha sebagai Simbol Ekspresi dan Kreativitas
Dari sejarahnya di Jepang hingga perkembangannya di Indonesia, itasha membuktikan bahwa modifikasi kendaraan bisa menjadi media seni dan ekspresi identitas.
Itasha adalah bukti bahwa budaya pop dan otomotif dapat berpadu, menciptakan fenomena yang bukan hanya menarik secara visual tetapi juga sarat makna.
Dengan meningkatnya kesadaran akan hak cipta, dukungan komunitas, dan peluang kreatif yang terbuka, itasha berpotensi menjadi salah satu tren modifikasi yang paling berpengaruh di Indonesia.
Kalau, Sobat GMob tertarik untuk memodifikasi Itasha dan sedang mencari kendaraan bekas untuk dijadikan bahan modif, grosirmobil.id jawabannya!
Dengan kualitas yang terjamin, transparansi informasi, dan harga yang kompetitif, GrosirMobil.id adalah tempat terbaik untuk mencari mobil bekas yang sesuai dengan kebutuhan Anda.
Registrasi gratis sekarang di www.grosirmobil.id dan gunakan kode referral DBC4 untuk mendapatkan promo menarik yang menunggu kamu.